Penggunaan kata should dan ought to
Should and Ought to
Kata kerja bantu modal atau Modal Auxiliary Verbseperti kata should dan ought to mungkin seriing sekali kamu dengar. Kedua kata modal tersebut masing – masing menyatakan keharusan 'seharusnya' yang merupakan harapan dari pembicara atau Expectation of the speaker. Perbedaan nya sedikit, hanya saja jika dalam percakapan sehari – hari kata should lebih sering di gunakan.
Berikut ini adalah bentuk contoh kalimat positif (positive), negatif (negative) dan tanya atau introgatif (interrogative) dalam bahasa inggris tentang Modal Auxiliary Verb “Should Dan Ought To”
Masa sekarang (Present)
Rumus atau bentuk kalimat nya adalah :
Rumus atau bentuk kalimat nya adalah :
BENTUK : Subject + Should / Ought to + verb 1
Contoh dalam kalimat :
Kalimat positif (Positive sentence)
1. She should spend more time on his English (Dia seharusnya menghabiskan waktu lebih untuk bahasa inggrisnya)
2. You should ask permission before doing it (Kamu seharusnya meminta izin sebelum mengerjakannya)
3. Your young sister should go to the doctor at once (Adik perempuan mu harus pergi ke dokter saat ini )
4. We ought to write a letter to him (Kita seharusnya menulis surat untuknya)
5. The students ought to pay attention to what the teacher says (Murid – murid seharusnya memperhatikan apa yang dikatakan oleh guru)
Kalimat positif (Positive sentence)
1. She should spend more time on his English (Dia seharusnya menghabiskan waktu lebih untuk bahasa inggrisnya)
2. You should ask permission before doing it (Kamu seharusnya meminta izin sebelum mengerjakannya)
3. Your young sister should go to the doctor at once (Adik perempuan mu harus pergi ke dokter saat ini )
4. We ought to write a letter to him (Kita seharusnya menulis surat untuknya)
5. The students ought to pay attention to what the teacher says (Murid – murid seharusnya memperhatikan apa yang dikatakan oleh guru)
Kalimat negatif (Negative sentence)
6. We should not make so much noise (Kita tidak seharusnya membuat keributan)
7. Rudi should not smoke so much (Rudi seharusnya tidak merokok)
8. Susi ought not to work so hard (Susi seharusnya tidak bekerja terlalu keras)
9. You ought not to spend so much money on clothes (Kamu seharusnya tidak menghabiskan banyak uang untuk pakaian)
6. We should not make so much noise (Kita tidak seharusnya membuat keributan)
7. Rudi should not smoke so much (Rudi seharusnya tidak merokok)
8. Susi ought not to work so hard (Susi seharusnya tidak bekerja terlalu keras)
9. You ought not to spend so much money on clothes (Kamu seharusnya tidak menghabiskan banyak uang untuk pakaian)
Kalimat tanya atau introgatif (interrogative sentence)
11. Should we write the exercise in inx ?
– Yes, we should
– No, we should not
12. Should we speak to them in english?
– Yes, we should
– No, we should not
13. Should he go to the beach with us?
– Yes, he should
– No, he shouldn’t
14. Should they pay more attention to the grammar rules ?
– Yes, they should
– No, they should not
11. Should we write the exercise in inx ?
– Yes, we should
– No, we should not
12. Should we speak to them in english?
– Yes, we should
– No, we should not
13. Should he go to the beach with us?
– Yes, he should
– No, he shouldn’t
14. Should they pay more attention to the grammar rules ?
– Yes, they should
– No, they should not
Masa lalu (Past)
Rumus atau bentuk kalimat nya adalah :
Rumus atau bentuk kalimat nya adalah :
BENTUK: Subject + Should / Ought to + have + verb 3
Contoh dalam kalimat :
1. He should have studied more before his examination (Dia Seharusnya sudah banyak belajar sebelum ujian)
2. They should have prepared her lesson carefully (Mereka seharusnya sudah menyiapkan pelajarannya dengan hati- hati)
3. My old brother ought to have sent the letter by airmail (Kakak lelaki saya seharusnya telah mengirim surat lewat pos)
Contoh dalam kalimat :
1. He should have studied more before his examination (Dia Seharusnya sudah banyak belajar sebelum ujian)
2. They should have prepared her lesson carefully (Mereka seharusnya sudah menyiapkan pelajarannya dengan hati- hati)
3. My old brother ought to have sent the letter by airmail (Kakak lelaki saya seharusnya telah mengirim surat lewat pos)
Terjemahkan kalimat berikut ini:
1. Kami seharusnya sudah menelpon Andri tadi malam
2. Dia searusnya tidak menghabiskan banyak waktu untuk ini
1. Kami seharusnya sudah menelpon Andri tadi malam
2. Dia searusnya tidak menghabiskan banyak waktu untuk ini
Demikian pembahasan pada postingan kali ini mengenai “ Tiga Bentuk dan Contoh Kalimat Menggunakan Modal Auxiliary Verb Should Dan Ought To. Semoga bermanfaat
Learning English, Learning Practice.
Artikel from english pro, kelas toefl online
Artikel from english pro, kelas toefl online
Makalah Pembuatan Gula Tebu
PROSES PEMBUATAN GULA TEBU
A.
Proses Panen
Untuk memperoleh gula tebu dengan kualitas yang
baik, proses panen tebu perlu diperhatikan. Penebangan secara manual (dengan
tangan) hasilnya lebih baik dibandingkan dengan menggunakan mesin tebu.
Penebangan meliputi seluruh bagian tebu, termasuk bagian pucuk dan daun (Notojoewono
1964). Bagian pucuk dan daun tebu dibuang karena hanya mengandung sedikit
sukrosa tetapi banyak mengandung pati dan gula reduksi. Tebu yang telah dipanen
harus segera diproses karena dapat rusak akibat pengaruh proses enzimatis,
reaksi kimia, maupun mikroba.
B. Pembuatan Gula Tebu
Proses pembuatan gula dari tebu terdiri dari
beberapa tahap, yaitu tahap penggilingan tebu (pemerahan nira), pemurnian,
penguapan, kristalisaasi, pemutaran, dan penyelesaian.
Penggilingan Tebu
Tebu hasil panen, sebelum masuk ke penggilingan
dibersihkan dengan air yang bertekanan tinggi.
Proses penggilingan tebu melibatkan 2 tahap, yaitu pemotongan (breaking) dan pencacahan/penggilingan (grinding) tebu.
Ø
Pemotongan
(breaking)
Proses
ini bertujuan untuk membuka sel-sel tebu, sehingga tahap penggilingan
selanjutnya akan lebih mudah. Pada proses ini biasanya digunakan knives, shredders, crusher atau
kombinasi ketiga alat tersebut.
Ø
Penggilingan
(Grinding)
Proses
ini bertujuan untuk menghancurkan bagian dalam tebu dan mengekstraknya dengan
penambahan air imbibisi. Proses ini secra umum menggunakan 5-6 rol gilingan
dalam 1 unit gilingan. Ekstraksi tebu dilakukan dengan memerah cacahan tebu
menggunakan tekanan akan menghasilkan ampas tebu yang masih banyak mengandung
gula, sehingga untuk menekan kadar gula dalam ampas tebu seminimal mungkin
perlu ditambahkan air imbibisi yang berguna untuk mengekstrak gula yang masih
tertinggal dalam ampas. Ekstrak tebu (nira) dan bagasse akan dihasilkan dari proses ini (Neulicht R & Shular J
1997).
Klarifikasi
Nira yang diperoleh
masuk ke clarifier. Pada proses
klarifikasi biasanya ada penambahan lime dan
sejumlah fosfat yang dapat larut. Penambahan lime untuk netralisasi asam-asam organik pada saat temperatur nira
mencapai 95oC (200oF), sedangkan fosfat berfungsi sebagai
floculating agent.
Pada proses ini akan diperoleh partikel-partikel
yang tidak larut yang disebut mud atau blotong. Mud ini kemudian ditambah air
dan dilanjutkan dengan proses filtrasi sehingga akan diperoleh air pencucian
mud dan ampas. Nira dari clarifier
bergabung menuju evaporator (Neulicht R & Shular J 1997).
Penguapan
Proses penguapan bertujuan untuk memekatkan nira
dengan cara menguapkan kandungan airnya sebanyak mungkin. Penguapan air
diusahakan mendekati keadaan jenuh sehingga mengurangi beban penguapan pada
tahap kristalisasi. Proses penguapan ini terdiri dari 2 tahap (Neulicht R &
Shular J 1997), yaitu:
1. Pemekatan nira dalam evaporator.
2. Pengupan dalam vacuum pans untuk kristalisasi.
Proses penguapan nira tidak dilakukan pada suhu
tinggi untuk mencegah kerusakan gula.Gula yang dipanaskan pada suhu tinggi akan
membentuk karamel yang berwarna cokelat tua, sehingga mempengaruhi warna
kristal gula yang dihasilkan.Upaya yang dilakukan dalam mengurangi terjadinya
karamel selama proses penguapan adalah dengan menjalankan proses penguapan pada
tekanan yang rendah (vacuum). Nira
kental yang dihasilkan dari proses penguapan kemudian diberi gas SO2
untuk memucatkan warna, sehingga diharapkan dapat menghasilkan kristal gula
yang lebih putih.Nira kental dengan kandungan berupa 65% padatan dan 35% air
dihasilkan dari proses penguapan tahap pertama.
Kristalisasi
Kristalisasi bertujuan untuk mengubah semua gula
yang terdapat dalam nira kental menjadi bentuk kristal yang mempunyai ukuran dan
kemurnian yang diinginkan. Kristalisasi dilakukan dengan menguapkan nira dalam
sebuah pan masak yang memiliki
tekanan vakum untuk mencegah kerusakan gula. Jarak antara molekul-molekul
sukrosa akan semakin dekat dengan menguapkan air pelarutnya.
Apabila jarak molekul-molekul sukrosa cukup dekat,
maka akan saling mempengaruhi dan saling tarik-menarik. Bila di sekitarnya
terdapat kristal sukrosa, maka akan ada keseimbangan antara molekul sukrosa
yang melarut dan molekul sukrosa yang menempel/mengkristal. Keadaan ini dapat
disebut sebagai larutan jenuh. Derajat kejenuhan dapat dinyatakan dengan
perbandingan antara kandungan sukrosa di dalam larutan jenuh pada suhu yang
sama. Harga perbandingan ini dikenal sebagai koefisien
kejenuhan (KK) atau OVC (Over Verzading
Coefficient)
Berdasarkan
koefisien kejenuhan, daerah kejenuhan dapat dibagi menjadi lima, yaitu:
a.
Larutan Encer
Larutan yang mempunyai kejenuhan di bawah satu.
Pada daerah ini larutan masih dapat melarutkan kristal.
b.
Larutan Jenuh
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan sama
dengan satu. Larutan ini sudah tidak dapat melarutkan kristal sukrosa lagi,
tetapi terjadi kesetimbangan antara jumlah sukrosa yang melarut dan yang
mengkristal.
c.
Daerah Menstabil
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan lebih
besar dari satu. Molekul sukrosa yang terdapat di daerah ini hanya dapat
menempelkan diri pada kristal yang telah ada. Daerah
ini disebut juga dengan daerah pembesaran kristal.
d.
Daerah Intermediet
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan lebih
besar dari satu. Molekul sukrosa pada daerah ini telah mampu membentuk inti
kristal. Apabila terdapat kristal sukrosa dalam
larutan, timbul kristal palsu.
e.
Daerah Labil
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan lebih
besar dari satu. Molekul pada daerah ini telah mampu membentuk inti kristal
dengan serentak tanpa hadirnya kristal yang lain (Ginting B F 2002).
Pemurnian Raw Sugar
Tahap pemurnian merupakan tahap yang menentukan
kualitas gula yang akan dihasilkan dalam suatu proses pembuatan gula. Pemurnian
bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran (bukan gula) yang terbawa dalam
nira. Hal yang perlu diperhatikan dalam tahap pemurnian adalah menjaga agar
gula tidak rusak yang dapat diakibatkan oleh suasana asam dan temperatur yang
tinggi, semakin banyak gula yang dihilangkan akan semakin tinggi kemurnian, dan
semakin putih kristal gula yang didapatkan.
Tahap pertama dari proses pemurnian yaitu
penggilingan Raw Sugar dan penambahan
sirup, kemudian sirup dan kristal gula yang telah halus dicampur. Campuran
tersebut kemudian disentrifugasi dengan adanya penambahan air. Proses tersebut
disebut afinasi dan akan dihasilkan kristal gula dan sirup afinasi. Kristal
gula hasil sentrifugasi kemudian masuk ke premelter
sebagai awal dari proses pelelehan sebelum masuk ke melter. Sirup afinasi hasil sentrifugasi dipanaskan dan akan
dihasilkan kristal gula dan sirup hitam (molase). Kristal gula masuk ke melter mengalami pelelehan dan bergabung
dengan kristal gula hasil afinasi, kemudian mengalami tahap pemurnian (refined)
Sukrosa tahan terhadap suasana basa, tetapi tidak
terhadap asam. Sebaliknya, gula reduksi dalam suasana basa akan terurai menjadi
asam organik dan senyawa yang berwarna gelap sehingga kualitas dan kuantitas
gula akan menurun. Ada tiga cara pemurnian, yaitu
defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi.
a. Pemurnian Cara Defekasi
Pemurnian dengan cara defekasi
merupakan cara yang paling sederhana, karena hanya menggunakan kapur sebagai
bahan pembantu. Gula yang dihasilkan dengan cara ini adalah gula kristal yang
masih berwarna merah. Ada tiga cara pemurian secara defekasi:
i. Defekasi Dingin
Proses
dengan cara ini dilakukan dengan menggunakan susu kapur pada nira mentah, pada
temperatur rendah atau suhu kamar. Penambahan kapur tersebut bertujuan untuk
menetralkan asam-asam yang terdapat di dalam nira, dan membentuk garam-garam
(gumpalan) yang mengendap. Penambahan kapur dilakukan hingga pH larutan menjadi
7.2-8.3, nira dipanaskan sampai pada titik didihnya (+105 °C), dengan
tujuan:
Ø Garam-garam kapur dalam nira dapat
terbentuk dengan cepat dan menghasilkan gumpalan yang besar sehingga mudah
diendapkan.
Ø Mengendapkan kotoran yang hanya mengendap
pada temperatur yang tinggi, seperti protein.
Ø Mematikan mikroorganisme.
Nira yang telah mengalami pemanasan sampai pada titik
didihnya, lalu dimasukkan ke dalam bejana pengambangan (expander) untuk mengeluarkan udara-udara yang terdapat dalam nira. Gas-gas dan udara yang terdapat dalam nira
harus dikeluarkan karena dapat mengganggu dalam proses pengendapan. Selanjutnya
nira dimasukkan ke dalam alat pengendap untuk memisahkan endapan yang terjadi
dengan nira yang jernih.
ii. Defekasi Panas
Proses pemurnian dengan cara
ini dilakukan dengan menambahkan air kapur pada nira yang telah dipanaskan
terlebih dahulu pada suhu 70-90 °C. Pemanasan ini bertujuan untuk mendapatkan
proses pemurnian yang berlangsung dengan baik dan cepat. Setelah penambahan air
kapur, nira dimasukkan ke dalam alat pengendap.
iii. Defekasi Sacharat
Proses pemurnian dengan cara
ini dilakukan dengan membagi nira mentah menjadi dua bagian. Bagian pertama
ditambah air kapur hingga pH nya menjadi 10-11, dalam kondisi ini kapur
bereaksi dengan sukrosa membentuk kalsium sakharat. Nira kedua dipanaskan
sampai suhu 70 °C. Kedua nira tersebut dicampurkan hingga menghasilkan endapan
yang lebih besar, sehingga mudah untuk diendapkan dan dihasilkan larutan nira
yang lebih jernih.
b. Pemurnian Cara Sulfitasi
Pemurnian cara sulfitasi hasilnya lebih baik
dibandingkan dengan cara defekasi, karena telah dapat dihasilkan gula yang berwarna
putih. Cara pemurnian ini
menggunakan kapur dan SO2 sebagai bahan pembantu pemurnian.
Pemberian kapur pada cara ini dilakukan secara berlebih, kemudian kelebihan
kapur ini akan dinetralkan oleh gas SO2, sehingga terbentuk ikatan
garam kapur yang dapat mengendap. Reaksi yang terjadi
dalam proses ini adalah:
SO2 + H2O
H2SO3
Ca(OH)2 +
H2SO4 CaSO3 + 2H2O
Ca(OH)2 +
SO2
CaSO3 + H2O
Endapan CaSO3 yang
terbentuk dapat mengabsorbsi partikel-partikel koloid yang berada di
sekitarnya, sehingga kotoran yang terbawa oleh endapan semakin banyak. Gas SO2
juga mempunyai sifat dapat memucatkan warna, sehingga diharapkan dapat
dihasilkan kristal dengan warna yang lebih terang, khususnya pada nira kental
penguapan. Ada tiga cara sulfitasi, yaitu:
Sulfitasi dingin
Proses pemurnian dengan cara
ini dilakukan dengan menambahkan kapur dan gas SO2 ke dalam nira
mentah pada temperatur ruangan sampai titik didihnya (+105 °C). Selanjutnya
nira dimasukkan ke dalam alat pengendap untuk memisahkan endapan yang
terbentuk.
Sulfitasi
Panas
Proses dengan cara ini
dilakukan dengan memanaskan nira hingga temperatur 70 °C. kemudian nira diberi
susu kapur dan gas SO2 hingga pH-nya menjadi 7-7.4 dan terbentuk
endapan. Proses ini dilanjutkan dengan pemanasan sampai titik didihnya 100 °C
dan dilakukan pengendapan untuk memisahkan endapan dengan nira yang jernih.
Sulfitasi Sacharat
Proses ini dilakukan dengan membagi nira mentah menjadi
dua bagian. Bagian pertama dipanaskan sampai suhu + 80 °C. Bagian kedua
ditambahkan susu kapur hingga pH 10.5. Kedua bagian nira tersebut kemudian dicampur sambil dialirkan gas SO2
sampai pH + 7. Proses ini dilanjutkan dengan pemanasan hingga titik
didihnya dan dilakukan pengendapan. Pemurnian dengan cara ini mempunyai
keuntungan dibandingkan dengan cara defekasi, yaitu kotoran mengendap lebih
mudah dan lebih cepat serta lebih banyak. Proses kristalisasi lebih baik dan
warna gula yang dihasilkan lebih putih. Sedangkan kekurangannya adalah defisit
nira dalam pemanas lebih banyak, serta biaya investasi dan perawatan lebih
besar.
c. Pemurnian Cara Karbonatasi
Proses ini dilakukan dengan
menggunakan susu kapur dan gas CO2 sebagai bahan pembantu. Susu
kapur yang ditambahkan pada cara ini lebih banyak dibandingkan cara sulfitasi,
sehingga menghasilkan endapan yang lebih banyak. Kelebihan susu kapur yang
terdapat pada nira dinetralkan dengan menggunakan gas CO2. Reaksi yang terjadi adalah:
Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O
Kotoran dalam nira akan
terabsorbsi dalam endapan CaCO3 dan kemudian akan diendapkan.
Pemurnian cara karbonatasi akan menghasilkan gula relatif lebih putih
dibandingkan dengan cara sulfitasi.
Cara karbonatasi yang dilakukan
di Indonesia adalah karbonatasi rangkap, yaitu pemberian gas CO2
dilanjutkan dalam dua tingkat. Nira yang telah ditimbang dipanaskan terlebih
dahulu sampai suhu 55 °C. Pemanasan tidak boleh melebihi dari suhu tersebut,
karena akan menguraikan gula reduksi menjadi bahan yang berwarna gelap
(terbentuk karamel) sehingga kualitas gula menjadi turun. Kemudian nira
dimasukkan ke dalam peti karbonatasi I, ditambahkan susu kapur dan gas CO2
sampai pH + 10.5, kemudian nira ditapis di pressan I untuk memisahkan kotoran
dengan filtratnya atau nira tapis I. Selanjutnya nira tapis I dimasukkan ke
dalam peti karbonatasi kedua untuk diberi gas CO2 dan dipanaskan
sampai suhu 70 °C, kemudian ditapis di pressan II untuk memisahkan blotong, dan
nira jernih dikeluarkan dari alat penapis. Selanjutnya diberi gas SO2
di peti sulfitasi sampai pH 7.0-7.2. Blotong di pressan I dibuang, blotong
dalam pressan II dicampurkan dengan nira karbonatasi I.
Dekolorisasi
Setelah melewati clarifier, kemudian difiltrasi untuk menghilangkan padatan
tersuspensi. Dekolorisasi bertujuan untuk menghilangkan pengotor dengan cara
adsorpsi. Jenis adsorben yang digunakan yaitu karbon aktif, resin dan tepung
tulang, namun resin jarang sekali digunakan. Karbon aktif dan tepung tulang
digunakan dalam sistem fixed bed atau
moving bed. Dengan fixed bed cairan gula mengalami beberapa
sirkulasi sampai diperoleh warna cairan yang mendekati warna yang akan
ditentukan. Moving bed sistem
beroperasi secara kontinyu, jadi cairan gula akan melewati adsorben.
Adsorben
yang digunakan pada proses dekolorisasi akan mengalami regenerasi. Cairan gula
yang telah didekolorisasi akan masuk ke heaters
sebelum masuk ke evaporator. Proses penguapan yang terjadi sama dengan
pembuatan gula sebelumnya. Cairan yang telah dipekatkan akan masuk ke vacuum pans dengan adanya penambahan seed solution kemudian dicampur dan
dipisahkan dengan sentrifugasi. Dari proses tersebut akan dihasilkan sirup yang
akan masuk ke vacuum pans. Gula putih
dicuci dengan air sekali menggunakan sentrifugasi dan cairan pencuci kembali
lagi ke vacuum pans. Gula putih yang
terbentuk masuk ke granulator yang
terdiri dari drum pengering dan drum pendingin. Dalam drum pengering digunakan
temperatur 11 oC (230oF), setelah dari granulator masuk
ke drum pendingin. Setelah semua proses selesai akan diperoleh raw sugar yang telah dimurnikan biasanya
dikemas dan disimpan dlam gudang penyimpanan. Gula yang berwarna coklat
diperoleh dari sirup dengan kemurnian yang rendah, proses pembuatannya sama
dengan pembuatan gula putih.
Subscribe to:
Posts (Atom)