Header Ads

Makalah Pembuatan Gula Tebu




PROSES PEMBUATAN GULA TEBU
A.      Proses Panen
                Untuk memperoleh gula tebu dengan kualitas yang baik, proses panen tebu perlu diperhatikan. Penebangan secara manual (dengan tangan) hasilnya lebih baik dibandingkan dengan menggunakan mesin tebu. Penebangan meliputi seluruh bagian tebu, termasuk bagian pucuk dan daun (Notojoewono 1964). Bagian pucuk dan daun tebu dibuang karena hanya mengandung sedikit sukrosa tetapi banyak mengandung pati dan gula reduksi. Tebu yang telah dipanen harus segera diproses karena dapat rusak akibat pengaruh proses enzimatis, reaksi kimia, maupun mikroba.
B.      Pembuatan Gula Tebu
Proses pembuatan gula dari tebu terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap penggilingan tebu (pemerahan nira), pemurnian, penguapan, kristalisaasi, pemutaran, dan penyelesaian.
Penggilingan Tebu
Tebu hasil panen, sebelum masuk ke penggilingan dibersihkan dengan air yang bertekanan tinggi.  Proses penggilingan tebu melibatkan 2 tahap, yaitu pemotongan (breaking) dan pencacahan/penggilingan (grinding) tebu.
Ø       Pemotongan (breaking)
        Proses ini bertujuan untuk membuka sel-sel tebu, sehingga tahap penggilingan selanjutnya akan lebih mudah. Pada proses ini biasanya digunakan knives, shredders, crusher atau kombinasi ketiga alat tersebut.
Ø       Penggilingan (Grinding)
        Proses ini bertujuan untuk menghancurkan bagian dalam tebu dan mengekstraknya dengan penambahan air imbibisi. Proses ini secra umum menggunakan 5-6 rol gilingan dalam 1 unit gilingan. Ekstraksi tebu dilakukan dengan memerah cacahan tebu menggunakan tekanan akan menghasilkan ampas tebu yang masih banyak mengandung gula, sehingga untuk menekan kadar gula dalam ampas tebu seminimal mungkin perlu ditambahkan air imbibisi yang berguna untuk mengekstrak gula yang masih tertinggal dalam ampas. Ekstrak tebu (nira) dan bagasse akan dihasilkan dari proses ini (Neulicht R & Shular J 1997).


Klarifikasi
                Nira yang diperoleh masuk ke clarifier. Pada proses klarifikasi biasanya ada penambahan lime dan sejumlah fosfat yang dapat larut. Penambahan lime untuk netralisasi asam-asam organik pada saat temperatur nira mencapai 95oC (200oF), sedangkan fosfat berfungsi sebagai floculating agent.
Pada proses ini akan diperoleh partikel-partikel yang tidak larut yang disebut mud atau blotong. Mud ini kemudian ditambah air dan dilanjutkan dengan proses filtrasi sehingga akan diperoleh air pencucian mud dan ampas. Nira dari clarifier bergabung menuju evaporator (Neulicht R & Shular J 1997).
Penguapan
Proses penguapan bertujuan untuk memekatkan nira dengan cara menguapkan kandungan airnya sebanyak mungkin. Penguapan air diusahakan mendekati keadaan jenuh sehingga mengurangi beban penguapan pada tahap kristalisasi. Proses penguapan ini terdiri dari 2 tahap (Neulicht R & Shular J 1997), yaitu:
1. Pemekatan nira dalam evaporator.
2. Pengupan dalam vacuum pans untuk kristalisasi.
Proses penguapan nira tidak dilakukan pada suhu tinggi untuk mencegah kerusakan gula.Gula yang dipanaskan pada suhu tinggi akan membentuk karamel yang berwarna cokelat tua, sehingga mempengaruhi warna kristal gula yang dihasilkan.Upaya yang dilakukan dalam mengurangi terjadinya karamel selama proses penguapan adalah dengan menjalankan proses penguapan pada tekanan yang rendah (vacuum). Nira kental yang dihasilkan dari proses penguapan kemudian diberi gas SO2 untuk memucatkan warna, sehingga diharapkan dapat menghasilkan kristal gula yang lebih putih.Nira kental dengan kandungan berupa 65% padatan dan 35% air dihasilkan dari proses penguapan tahap pertama.
Kristalisasi
Kristalisasi bertujuan untuk mengubah semua gula yang terdapat dalam nira kental menjadi bentuk kristal yang mempunyai ukuran dan kemurnian yang diinginkan. Kristalisasi dilakukan dengan menguapkan nira dalam sebuah pan masak yang memiliki tekanan vakum untuk mencegah kerusakan gula. Jarak antara molekul-molekul sukrosa akan semakin dekat dengan menguapkan air pelarutnya.
Apabila jarak molekul-molekul sukrosa cukup dekat, maka akan saling mempengaruhi dan saling tarik-menarik. Bila di sekitarnya terdapat kristal sukrosa, maka akan ada keseimbangan antara molekul sukrosa yang melarut dan molekul sukrosa yang menempel/mengkristal. Keadaan ini dapat disebut sebagai larutan jenuh. Derajat kejenuhan dapat dinyatakan dengan perbandingan antara kandungan sukrosa di dalam larutan jenuh pada suhu yang sama. Harga perbandingan ini dikenal sebagai koefisien kejenuhan (KK) atau OVC (Over Verzading Coefficient)


Berdasarkan koefisien kejenuhan, daerah kejenuhan dapat dibagi menjadi lima, yaitu:
a.        Larutan Encer
Larutan yang mempunyai kejenuhan di bawah satu. Pada daerah ini larutan masih dapat melarutkan kristal.
b.        Larutan Jenuh
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan sama dengan satu. Larutan ini sudah tidak dapat melarutkan kristal sukrosa lagi, tetapi terjadi kesetimbangan antara jumlah sukrosa yang melarut dan yang mengkristal.
c.        Daerah Menstabil
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan lebih besar dari satu. Molekul sukrosa yang terdapat di daerah ini hanya dapat menempelkan diri pada kristal yang telah ada. Daerah ini disebut juga dengan daerah pembesaran kristal.
d.        Daerah Intermediet
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan lebih besar dari satu. Molekul sukrosa pada daerah ini telah mampu membentuk inti kristal. Apabila terdapat kristal sukrosa dalam larutan, timbul kristal palsu.
e.        Daerah Labil
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan lebih besar dari satu. Molekul pada daerah ini telah mampu membentuk inti kristal dengan serentak tanpa hadirnya kristal yang lain (Ginting B F 2002).

Pemurnian Raw Sugar
Tahap pemurnian merupakan tahap yang menentukan kualitas gula yang akan dihasilkan dalam suatu proses pembuatan gula. Pemurnian bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran (bukan gula) yang terbawa dalam nira. Hal yang perlu diperhatikan dalam tahap pemurnian adalah menjaga agar gula tidak rusak yang dapat diakibatkan oleh suasana asam dan temperatur yang tinggi, semakin banyak gula yang dihilangkan akan semakin tinggi kemurnian, dan semakin putih kristal gula yang didapatkan.
Tahap pertama dari proses pemurnian yaitu penggilingan Raw Sugar dan penambahan sirup, kemudian sirup dan kristal gula yang telah halus dicampur. Campuran tersebut kemudian disentrifugasi dengan adanya penambahan air. Proses tersebut disebut afinasi dan akan dihasilkan kristal gula dan sirup afinasi. Kristal gula hasil sentrifugasi kemudian masuk ke premelter sebagai awal dari proses pelelehan sebelum masuk ke melter. Sirup afinasi hasil sentrifugasi dipanaskan dan akan dihasilkan kristal gula dan sirup hitam (molase). Kristal gula masuk ke melter mengalami pelelehan dan bergabung dengan kristal gula hasil afinasi, kemudian mengalami tahap pemurnian (refined)
Sukrosa tahan terhadap suasana basa, tetapi tidak terhadap asam. Sebaliknya, gula reduksi dalam suasana basa akan terurai menjadi asam organik dan senyawa yang berwarna gelap sehingga kualitas dan kuantitas gula akan menurun. Ada tiga cara pemurnian, yaitu defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi.
a.       Pemurnian Cara Defekasi
Pemurnian dengan cara defekasi merupakan cara yang paling sederhana, karena hanya menggunakan kapur sebagai bahan pembantu. Gula yang dihasilkan dengan cara ini adalah gula kristal yang masih berwarna merah. Ada tiga cara pemurian secara defekasi:
i. Defekasi Dingin
                Proses dengan cara ini dilakukan dengan menggunakan susu kapur pada nira mentah, pada temperatur rendah atau suhu kamar. Penambahan kapur tersebut bertujuan untuk menetralkan asam-asam yang terdapat di dalam nira, dan membentuk garam-garam (gumpalan) yang mengendap. Penambahan kapur dilakukan hingga pH larutan menjadi 7.2-8.3, nira dipanaskan sampai pada titik didihnya (+105 °C), dengan tujuan:
Ø  Garam-garam kapur dalam nira dapat terbentuk dengan cepat dan menghasilkan gumpalan yang besar sehingga mudah diendapkan.
Ø  Mengendapkan kotoran yang hanya mengendap pada temperatur yang tinggi, seperti protein.
Ø  Mematikan mikroorganisme.
Nira yang telah mengalami pemanasan sampai pada titik didihnya, lalu dimasukkan ke dalam bejana pengambangan (expander) untuk mengeluarkan udara-udara yang terdapat dalam nira. Gas-gas dan udara yang terdapat dalam nira harus dikeluarkan karena dapat mengganggu dalam proses pengendapan. Selanjutnya nira dimasukkan ke dalam alat pengendap untuk memisahkan endapan yang terjadi dengan nira yang jernih.
ii. Defekasi Panas
Proses pemurnian dengan cara ini dilakukan dengan menambahkan air kapur pada nira yang telah dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 70-90 °C. Pemanasan ini bertujuan untuk mendapatkan proses pemurnian yang berlangsung dengan baik dan cepat. Setelah penambahan air kapur, nira dimasukkan ke dalam alat pengendap.
iii. Defekasi Sacharat
Proses pemurnian dengan cara ini dilakukan dengan membagi nira mentah menjadi dua bagian. Bagian pertama ditambah air kapur hingga pH nya menjadi 10-11, dalam kondisi ini kapur bereaksi dengan sukrosa membentuk kalsium sakharat. Nira kedua dipanaskan sampai suhu 70 °C. Kedua nira tersebut dicampurkan hingga menghasilkan endapan yang lebih besar, sehingga mudah untuk diendapkan dan dihasilkan larutan nira yang lebih jernih.
b.       Pemurnian Cara Sulfitasi
Pemurnian cara sulfitasi hasilnya lebih baik dibandingkan dengan cara defekasi, karena telah dapat dihasilkan gula yang berwarna putih. Cara pemurnian ini menggunakan kapur dan SO2 sebagai bahan pembantu pemurnian. Pemberian kapur pada cara ini dilakukan secara berlebih, kemudian kelebihan kapur ini akan dinetralkan oleh gas SO2, sehingga terbentuk ikatan garam kapur yang dapat mengendap. Reaksi yang terjadi dalam proses ini adalah:
SO2 + H2O                                                    H2SO3
Ca(OH)2 + H2SO4                        CaSO3    + 2H2O
Ca(OH)2 + SO2                             CaSO3    +  H2O
Endapan CaSO3 yang terbentuk dapat mengabsorbsi partikel-partikel koloid yang berada di sekitarnya, sehingga kotoran yang terbawa oleh endapan semakin banyak. Gas SO2 juga mempunyai sifat dapat memucatkan warna, sehingga diharapkan dapat dihasilkan kristal dengan warna yang lebih terang, khususnya pada nira kental penguapan. Ada tiga cara sulfitasi, yaitu:
Sulfitasi dingin
Proses pemurnian dengan cara ini dilakukan dengan menambahkan kapur dan gas SO2 ke dalam nira mentah pada temperatur ruangan sampai titik didihnya (+105 °C). Selanjutnya nira dimasukkan ke dalam alat pengendap untuk memisahkan endapan yang terbentuk.
 Sulfitasi Panas
Proses dengan cara ini dilakukan dengan memanaskan nira hingga temperatur 70 °C. kemudian nira diberi susu kapur dan gas SO2 hingga pH-nya menjadi 7-7.4 dan terbentuk endapan. Proses ini dilanjutkan dengan pemanasan sampai titik didihnya 100 °C dan dilakukan pengendapan untuk memisahkan endapan dengan nira yang jernih.
Sulfitasi Sacharat
Proses ini dilakukan dengan membagi nira mentah menjadi dua bagian. Bagian pertama dipanaskan sampai suhu + 80 °C. Bagian kedua ditambahkan susu kapur hingga pH 10.5. Kedua bagian nira tersebut kemudian dicampur sambil dialirkan gas SO2 sampai pH + 7. Proses ini dilanjutkan dengan pemanasan hingga titik didihnya dan dilakukan pengendapan. Pemurnian dengan cara ini mempunyai keuntungan dibandingkan dengan cara defekasi, yaitu kotoran mengendap lebih mudah dan lebih cepat serta lebih banyak. Proses kristalisasi lebih baik dan warna gula yang dihasilkan lebih putih. Sedangkan kekurangannya adalah defisit nira dalam pemanas lebih banyak, serta biaya investasi dan perawatan lebih besar.
c.       Pemurnian Cara Karbonatasi
Proses ini dilakukan dengan menggunakan susu kapur dan gas CO2 sebagai bahan pembantu. Susu kapur yang ditambahkan pada cara ini lebih banyak dibandingkan cara sulfitasi, sehingga menghasilkan endapan yang lebih banyak. Kelebihan susu kapur yang terdapat pada nira dinetralkan dengan menggunakan gas CO2. Reaksi yang terjadi adalah:
Ca(OH)2 + CO2                         CaCO3 + H2O
Kotoran dalam nira akan terabsorbsi dalam endapan CaCO3 dan kemudian akan diendapkan. Pemurnian cara karbonatasi akan menghasilkan gula relatif lebih putih dibandingkan dengan cara sulfitasi.
Cara karbonatasi yang dilakukan di Indonesia adalah karbonatasi rangkap, yaitu pemberian gas CO2 dilanjutkan dalam dua tingkat. Nira yang telah ditimbang dipanaskan terlebih dahulu sampai suhu 55 °C. Pemanasan tidak boleh melebihi dari suhu tersebut, karena akan menguraikan gula reduksi menjadi bahan yang berwarna gelap (terbentuk karamel) sehingga kualitas gula menjadi turun. Kemudian nira dimasukkan ke dalam peti karbonatasi I, ditambahkan susu kapur dan gas CO2 sampai pH + 10.5, kemudian nira ditapis di pressan I untuk memisahkan kotoran dengan filtratnya atau nira tapis I. Selanjutnya nira tapis I dimasukkan ke dalam peti karbonatasi kedua untuk diberi gas CO2 dan dipanaskan sampai suhu 70 °C, kemudian ditapis di pressan II untuk memisahkan blotong, dan nira jernih dikeluarkan dari alat penapis. Selanjutnya diberi gas SO2 di peti sulfitasi sampai pH 7.0-7.2. Blotong di pressan I dibuang, blotong dalam pressan II dicampurkan dengan nira karbonatasi I.

Dekolorisasi
                Setelah melewati clarifier, kemudian difiltrasi untuk menghilangkan padatan tersuspensi. Dekolorisasi bertujuan untuk menghilangkan pengotor dengan cara adsorpsi. Jenis adsorben yang digunakan yaitu karbon aktif, resin dan tepung tulang, namun resin jarang sekali digunakan. Karbon aktif dan tepung tulang digunakan dalam sistem fixed bed atau moving bed. Dengan fixed bed cairan gula mengalami beberapa sirkulasi sampai diperoleh warna cairan yang mendekati warna yang akan ditentukan. Moving bed sistem beroperasi secara kontinyu, jadi cairan gula akan melewati adsorben.
                Adsorben yang digunakan pada proses dekolorisasi akan mengalami regenerasi. Cairan gula yang telah didekolorisasi akan masuk ke heaters sebelum masuk ke evaporator. Proses penguapan yang terjadi sama dengan pembuatan gula sebelumnya. Cairan yang telah dipekatkan akan masuk ke vacuum pans dengan adanya penambahan seed solution kemudian dicampur dan dipisahkan dengan sentrifugasi. Dari proses tersebut akan dihasilkan sirup yang akan masuk ke vacuum pans. Gula putih dicuci dengan air sekali menggunakan sentrifugasi dan cairan pencuci kembali lagi ke vacuum pans. Gula putih yang terbentuk masuk ke granulator yang terdiri dari drum pengering dan drum pendingin. Dalam drum pengering digunakan temperatur 11 oC (230oF), setelah dari granulator masuk ke drum pendingin. Setelah semua proses selesai akan diperoleh raw sugar yang telah dimurnikan biasanya dikemas dan disimpan dlam gudang penyimpanan. Gula yang berwarna coklat diperoleh dari sirup dengan kemurnian yang rendah, proses pembuatannya sama dengan pembuatan gula putih.

Makalah Pembuatan Gula Tebu




PROSES PEMBUATAN GULA TEBU
A.      Proses Panen
                Untuk memperoleh gula tebu dengan kualitas yang baik, proses panen tebu perlu diperhatikan. Penebangan secara manual (dengan tangan) hasilnya lebih baik dibandingkan dengan menggunakan mesin tebu. Penebangan meliputi seluruh bagian tebu, termasuk bagian pucuk dan daun (Notojoewono 1964). Bagian pucuk dan daun tebu dibuang karena hanya mengandung sedikit sukrosa tetapi banyak mengandung pati dan gula reduksi. Tebu yang telah dipanen harus segera diproses karena dapat rusak akibat pengaruh proses enzimatis, reaksi kimia, maupun mikroba.
B.      Pembuatan Gula Tebu
Proses pembuatan gula dari tebu terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap penggilingan tebu (pemerahan nira), pemurnian, penguapan, kristalisaasi, pemutaran, dan penyelesaian.
Penggilingan Tebu
Tebu hasil panen, sebelum masuk ke penggilingan dibersihkan dengan air yang bertekanan tinggi.  Proses penggilingan tebu melibatkan 2 tahap, yaitu pemotongan (breaking) dan pencacahan/penggilingan (grinding) tebu.
Ø       Pemotongan (breaking)
        Proses ini bertujuan untuk membuka sel-sel tebu, sehingga tahap penggilingan selanjutnya akan lebih mudah. Pada proses ini biasanya digunakan knives, shredders, crusher atau kombinasi ketiga alat tersebut.
Ø       Penggilingan (Grinding)
        Proses ini bertujuan untuk menghancurkan bagian dalam tebu dan mengekstraknya dengan penambahan air imbibisi. Proses ini secra umum menggunakan 5-6 rol gilingan dalam 1 unit gilingan. Ekstraksi tebu dilakukan dengan memerah cacahan tebu menggunakan tekanan akan menghasilkan ampas tebu yang masih banyak mengandung gula, sehingga untuk menekan kadar gula dalam ampas tebu seminimal mungkin perlu ditambahkan air imbibisi yang berguna untuk mengekstrak gula yang masih tertinggal dalam ampas. Ekstrak tebu (nira) dan bagasse akan dihasilkan dari proses ini (Neulicht R & Shular J 1997).


Klarifikasi
                Nira yang diperoleh masuk ke clarifier. Pada proses klarifikasi biasanya ada penambahan lime dan sejumlah fosfat yang dapat larut. Penambahan lime untuk netralisasi asam-asam organik pada saat temperatur nira mencapai 95oC (200oF), sedangkan fosfat berfungsi sebagai floculating agent.
Pada proses ini akan diperoleh partikel-partikel yang tidak larut yang disebut mud atau blotong. Mud ini kemudian ditambah air dan dilanjutkan dengan proses filtrasi sehingga akan diperoleh air pencucian mud dan ampas. Nira dari clarifier bergabung menuju evaporator (Neulicht R & Shular J 1997).
Penguapan
Proses penguapan bertujuan untuk memekatkan nira dengan cara menguapkan kandungan airnya sebanyak mungkin. Penguapan air diusahakan mendekati keadaan jenuh sehingga mengurangi beban penguapan pada tahap kristalisasi. Proses penguapan ini terdiri dari 2 tahap (Neulicht R & Shular J 1997), yaitu:
1. Pemekatan nira dalam evaporator.
2. Pengupan dalam vacuum pans untuk kristalisasi.
Proses penguapan nira tidak dilakukan pada suhu tinggi untuk mencegah kerusakan gula.Gula yang dipanaskan pada suhu tinggi akan membentuk karamel yang berwarna cokelat tua, sehingga mempengaruhi warna kristal gula yang dihasilkan.Upaya yang dilakukan dalam mengurangi terjadinya karamel selama proses penguapan adalah dengan menjalankan proses penguapan pada tekanan yang rendah (vacuum). Nira kental yang dihasilkan dari proses penguapan kemudian diberi gas SO2 untuk memucatkan warna, sehingga diharapkan dapat menghasilkan kristal gula yang lebih putih.Nira kental dengan kandungan berupa 65% padatan dan 35% air dihasilkan dari proses penguapan tahap pertama.
Kristalisasi
Kristalisasi bertujuan untuk mengubah semua gula yang terdapat dalam nira kental menjadi bentuk kristal yang mempunyai ukuran dan kemurnian yang diinginkan. Kristalisasi dilakukan dengan menguapkan nira dalam sebuah pan masak yang memiliki tekanan vakum untuk mencegah kerusakan gula. Jarak antara molekul-molekul sukrosa akan semakin dekat dengan menguapkan air pelarutnya.
Apabila jarak molekul-molekul sukrosa cukup dekat, maka akan saling mempengaruhi dan saling tarik-menarik. Bila di sekitarnya terdapat kristal sukrosa, maka akan ada keseimbangan antara molekul sukrosa yang melarut dan molekul sukrosa yang menempel/mengkristal. Keadaan ini dapat disebut sebagai larutan jenuh. Derajat kejenuhan dapat dinyatakan dengan perbandingan antara kandungan sukrosa di dalam larutan jenuh pada suhu yang sama. Harga perbandingan ini dikenal sebagai koefisien kejenuhan (KK) atau OVC (Over Verzading Coefficient)


Berdasarkan koefisien kejenuhan, daerah kejenuhan dapat dibagi menjadi lima, yaitu:
a.        Larutan Encer
Larutan yang mempunyai kejenuhan di bawah satu. Pada daerah ini larutan masih dapat melarutkan kristal.
b.        Larutan Jenuh
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan sama dengan satu. Larutan ini sudah tidak dapat melarutkan kristal sukrosa lagi, tetapi terjadi kesetimbangan antara jumlah sukrosa yang melarut dan yang mengkristal.
c.        Daerah Menstabil
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan lebih besar dari satu. Molekul sukrosa yang terdapat di daerah ini hanya dapat menempelkan diri pada kristal yang telah ada. Daerah ini disebut juga dengan daerah pembesaran kristal.
d.        Daerah Intermediet
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan lebih besar dari satu. Molekul sukrosa pada daerah ini telah mampu membentuk inti kristal. Apabila terdapat kristal sukrosa dalam larutan, timbul kristal palsu.
e.        Daerah Labil
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan lebih besar dari satu. Molekul pada daerah ini telah mampu membentuk inti kristal dengan serentak tanpa hadirnya kristal yang lain (Ginting B F 2002).

Pemurnian Raw Sugar
Tahap pemurnian merupakan tahap yang menentukan kualitas gula yang akan dihasilkan dalam suatu proses pembuatan gula. Pemurnian bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran (bukan gula) yang terbawa dalam nira. Hal yang perlu diperhatikan dalam tahap pemurnian adalah menjaga agar gula tidak rusak yang dapat diakibatkan oleh suasana asam dan temperatur yang tinggi, semakin banyak gula yang dihilangkan akan semakin tinggi kemurnian, dan semakin putih kristal gula yang didapatkan.
Tahap pertama dari proses pemurnian yaitu penggilingan Raw Sugar dan penambahan sirup, kemudian sirup dan kristal gula yang telah halus dicampur. Campuran tersebut kemudian disentrifugasi dengan adanya penambahan air. Proses tersebut disebut afinasi dan akan dihasilkan kristal gula dan sirup afinasi. Kristal gula hasil sentrifugasi kemudian masuk ke premelter sebagai awal dari proses pelelehan sebelum masuk ke melter. Sirup afinasi hasil sentrifugasi dipanaskan dan akan dihasilkan kristal gula dan sirup hitam (molase). Kristal gula masuk ke melter mengalami pelelehan dan bergabung dengan kristal gula hasil afinasi, kemudian mengalami tahap pemurnian (refined)
Sukrosa tahan terhadap suasana basa, tetapi tidak terhadap asam. Sebaliknya, gula reduksi dalam suasana basa akan terurai menjadi asam organik dan senyawa yang berwarna gelap sehingga kualitas dan kuantitas gula akan menurun. Ada tiga cara pemurnian, yaitu defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi.
a.       Pemurnian Cara Defekasi
Pemurnian dengan cara defekasi merupakan cara yang paling sederhana, karena hanya menggunakan kapur sebagai bahan pembantu. Gula yang dihasilkan dengan cara ini adalah gula kristal yang masih berwarna merah. Ada tiga cara pemurian secara defekasi:
i. Defekasi Dingin
                Proses dengan cara ini dilakukan dengan menggunakan susu kapur pada nira mentah, pada temperatur rendah atau suhu kamar. Penambahan kapur tersebut bertujuan untuk menetralkan asam-asam yang terdapat di dalam nira, dan membentuk garam-garam (gumpalan) yang mengendap. Penambahan kapur dilakukan hingga pH larutan menjadi 7.2-8.3, nira dipanaskan sampai pada titik didihnya (+105 °C), dengan tujuan:
Ø  Garam-garam kapur dalam nira dapat terbentuk dengan cepat dan menghasilkan gumpalan yang besar sehingga mudah diendapkan.
Ø  Mengendapkan kotoran yang hanya mengendap pada temperatur yang tinggi, seperti protein.
Ø  Mematikan mikroorganisme.
Nira yang telah mengalami pemanasan sampai pada titik didihnya, lalu dimasukkan ke dalam bejana pengambangan (expander) untuk mengeluarkan udara-udara yang terdapat dalam nira. Gas-gas dan udara yang terdapat dalam nira harus dikeluarkan karena dapat mengganggu dalam proses pengendapan. Selanjutnya nira dimasukkan ke dalam alat pengendap untuk memisahkan endapan yang terjadi dengan nira yang jernih.
ii. Defekasi Panas
Proses pemurnian dengan cara ini dilakukan dengan menambahkan air kapur pada nira yang telah dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 70-90 °C. Pemanasan ini bertujuan untuk mendapatkan proses pemurnian yang berlangsung dengan baik dan cepat. Setelah penambahan air kapur, nira dimasukkan ke dalam alat pengendap.
iii. Defekasi Sacharat
Proses pemurnian dengan cara ini dilakukan dengan membagi nira mentah menjadi dua bagian. Bagian pertama ditambah air kapur hingga pH nya menjadi 10-11, dalam kondisi ini kapur bereaksi dengan sukrosa membentuk kalsium sakharat. Nira kedua dipanaskan sampai suhu 70 °C. Kedua nira tersebut dicampurkan hingga menghasilkan endapan yang lebih besar, sehingga mudah untuk diendapkan dan dihasilkan larutan nira yang lebih jernih.
b.       Pemurnian Cara Sulfitasi
Pemurnian cara sulfitasi hasilnya lebih baik dibandingkan dengan cara defekasi, karena telah dapat dihasilkan gula yang berwarna putih. Cara pemurnian ini menggunakan kapur dan SO2 sebagai bahan pembantu pemurnian. Pemberian kapur pada cara ini dilakukan secara berlebih, kemudian kelebihan kapur ini akan dinetralkan oleh gas SO2, sehingga terbentuk ikatan garam kapur yang dapat mengendap. Reaksi yang terjadi dalam proses ini adalah:
SO2 + H2O                                                    H2SO3
Ca(OH)2 + H2SO4                        CaSO3    + 2H2O
Ca(OH)2 + SO2                             CaSO3    +  H2O
Endapan CaSO3 yang terbentuk dapat mengabsorbsi partikel-partikel koloid yang berada di sekitarnya, sehingga kotoran yang terbawa oleh endapan semakin banyak. Gas SO2 juga mempunyai sifat dapat memucatkan warna, sehingga diharapkan dapat dihasilkan kristal dengan warna yang lebih terang, khususnya pada nira kental penguapan. Ada tiga cara sulfitasi, yaitu:
Sulfitasi dingin
Proses pemurnian dengan cara ini dilakukan dengan menambahkan kapur dan gas SO2 ke dalam nira mentah pada temperatur ruangan sampai titik didihnya (+105 °C). Selanjutnya nira dimasukkan ke dalam alat pengendap untuk memisahkan endapan yang terbentuk.
 Sulfitasi Panas
Proses dengan cara ini dilakukan dengan memanaskan nira hingga temperatur 70 °C. kemudian nira diberi susu kapur dan gas SO2 hingga pH-nya menjadi 7-7.4 dan terbentuk endapan. Proses ini dilanjutkan dengan pemanasan sampai titik didihnya 100 °C dan dilakukan pengendapan untuk memisahkan endapan dengan nira yang jernih.
Sulfitasi Sacharat
Proses ini dilakukan dengan membagi nira mentah menjadi dua bagian. Bagian pertama dipanaskan sampai suhu + 80 °C. Bagian kedua ditambahkan susu kapur hingga pH 10.5. Kedua bagian nira tersebut kemudian dicampur sambil dialirkan gas SO2 sampai pH + 7. Proses ini dilanjutkan dengan pemanasan hingga titik didihnya dan dilakukan pengendapan. Pemurnian dengan cara ini mempunyai keuntungan dibandingkan dengan cara defekasi, yaitu kotoran mengendap lebih mudah dan lebih cepat serta lebih banyak. Proses kristalisasi lebih baik dan warna gula yang dihasilkan lebih putih. Sedangkan kekurangannya adalah defisit nira dalam pemanas lebih banyak, serta biaya investasi dan perawatan lebih besar.
c.       Pemurnian Cara Karbonatasi
Proses ini dilakukan dengan menggunakan susu kapur dan gas CO2 sebagai bahan pembantu. Susu kapur yang ditambahkan pada cara ini lebih banyak dibandingkan cara sulfitasi, sehingga menghasilkan endapan yang lebih banyak. Kelebihan susu kapur yang terdapat pada nira dinetralkan dengan menggunakan gas CO2. Reaksi yang terjadi adalah:
Ca(OH)2 + CO2                         CaCO3 + H2O
Kotoran dalam nira akan terabsorbsi dalam endapan CaCO3 dan kemudian akan diendapkan. Pemurnian cara karbonatasi akan menghasilkan gula relatif lebih putih dibandingkan dengan cara sulfitasi.
Cara karbonatasi yang dilakukan di Indonesia adalah karbonatasi rangkap, yaitu pemberian gas CO2 dilanjutkan dalam dua tingkat. Nira yang telah ditimbang dipanaskan terlebih dahulu sampai suhu 55 °C. Pemanasan tidak boleh melebihi dari suhu tersebut, karena akan menguraikan gula reduksi menjadi bahan yang berwarna gelap (terbentuk karamel) sehingga kualitas gula menjadi turun. Kemudian nira dimasukkan ke dalam peti karbonatasi I, ditambahkan susu kapur dan gas CO2 sampai pH + 10.5, kemudian nira ditapis di pressan I untuk memisahkan kotoran dengan filtratnya atau nira tapis I. Selanjutnya nira tapis I dimasukkan ke dalam peti karbonatasi kedua untuk diberi gas CO2 dan dipanaskan sampai suhu 70 °C, kemudian ditapis di pressan II untuk memisahkan blotong, dan nira jernih dikeluarkan dari alat penapis. Selanjutnya diberi gas SO2 di peti sulfitasi sampai pH 7.0-7.2. Blotong di pressan I dibuang, blotong dalam pressan II dicampurkan dengan nira karbonatasi I.

Dekolorisasi
                Setelah melewati clarifier, kemudian difiltrasi untuk menghilangkan padatan tersuspensi. Dekolorisasi bertujuan untuk menghilangkan pengotor dengan cara adsorpsi. Jenis adsorben yang digunakan yaitu karbon aktif, resin dan tepung tulang, namun resin jarang sekali digunakan. Karbon aktif dan tepung tulang digunakan dalam sistem fixed bed atau moving bed. Dengan fixed bed cairan gula mengalami beberapa sirkulasi sampai diperoleh warna cairan yang mendekati warna yang akan ditentukan. Moving bed sistem beroperasi secara kontinyu, jadi cairan gula akan melewati adsorben.
                Adsorben yang digunakan pada proses dekolorisasi akan mengalami regenerasi. Cairan gula yang telah didekolorisasi akan masuk ke heaters sebelum masuk ke evaporator. Proses penguapan yang terjadi sama dengan pembuatan gula sebelumnya. Cairan yang telah dipekatkan akan masuk ke vacuum pans dengan adanya penambahan seed solution kemudian dicampur dan dipisahkan dengan sentrifugasi. Dari proses tersebut akan dihasilkan sirup yang akan masuk ke vacuum pans. Gula putih dicuci dengan air sekali menggunakan sentrifugasi dan cairan pencuci kembali lagi ke vacuum pans. Gula putih yang terbentuk masuk ke granulator yang terdiri dari drum pengering dan drum pendingin. Dalam drum pengering digunakan temperatur 11 oC (230oF), setelah dari granulator masuk ke drum pendingin. Setelah semua proses selesai akan diperoleh raw sugar yang telah dimurnikan biasanya dikemas dan disimpan dlam gudang penyimpanan. Gula yang berwarna coklat diperoleh dari sirup dengan kemurnian yang rendah, proses pembuatannya sama dengan pembuatan gula putih.